Senin, 04 April 2016

Namaku Banteng


Bulu Saraung I
 Alam, Salam Kenal!
02 s/d 09 Desember 2010

Team Sherpa XVI Mapala Teknisi FT UNM
Salam. Pendidikan Dasar atau yang biasa di singkat Diksar, inilah yang menjadi awal perkenalanku dengan alam bebas. Oh yach aku adalah seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar. Namaku Muhlis biasanya sich akrab dengan panggilan Midunk, namun setelah aku mengikuti pendidikan dasar di Mapala Teknisi FT - UNM teman-teman biasa memanggilku dengan nama Banteng. Entahlah mengapa aku diberi nama yang seperti itu, aku juga masih kurang paham.
Pada awalnya aku dan 24 peserta diksar yang lainnya melakukan beberapa persiapan, diantaranya logistik, perlengkapan, pengetahuan dan yang tak kalah pentingnya adalah persiapan fisik dan mental yang kami lakukan sekitar dua minggu sebelum kegiatan outdoor dilakukan dan kami sebut dengan kegiatan indoor. Banyak hal yang kami lakukan diantaranya lari-lari keliling kampus, fush up, schot jump, full up, sit up dan naik turun tangga.
Outdoor pun tiba, perjalanan dimulai dari kampus dengan menggunakan sebuah bus milik universitas menuju desa Parangluara kabupaten pangkep. Dari Parangluara perjalanan dimulai setelah melapor di kepala desa setempat menuju desa Minggi (camp I). Seluruh peserta berjalan sesuai dengan kelompok masing-masing, aku tergabung dalam kelompok 5 atau dengan sebutan tim jungle bersama empat orang temanku yang lain, sebut saja Cheeta sebagai ketua tim, ceremai satu-satunya cewek di kelompok kami, cobra dan yang satu lagi hyena. Serta satu orang pendamping (panitia) yang bernama pilar.
Hari pun mulai sore, perjalanan hari pertama tidak begitu melelahkan karena hanya melalui persawahan dan sedikit pendakian di antara kebun-kebun milik warga disertai sedikit hujan gerimis. Baru hari pertama sepatu yang kupakai sudah rusak, alasnya mulai terlepas karena aku tercebur di sawah tapi masih bisa dipakai. Setelah sampai di camp I, aku dan teman-teman yang lain langsung mendirikan bivak (tenda kecil yang terbuat dari jas hujan atau ponco dan hanya muat untuk satu orang), memasak dan beristirahat hingga matahari tak lagi tampak di upuk barat. Waktunya makan, setelah makan kami semua melakukan brefing dan ini akan terus dilakukan setiap malamnya selama kegiatan berlangsung dan setelah itu beristirahat.
Keesokan harinya, setelah sarapan dan berkemas-kemas (packing)  perjalanan pun dilanjutkan menuju desa Tompobulu (camp II). Medan yang mulai menantang membuat semua peserta mulai kewalahan. termasuk aku, sepatu yang kemarinnya sudah mulai rusak tapi masih dipaksakan untuk dipakai akhirnya pun rusak parah, kedua alasnya terlepas dan hancur.
Apa boleh buat, satu-satunya jalan yach dengan di ikat kemudian di plaster. Perjalanan melalui jalan setapak, menyeberangi sungai-sungai kecil, dan memasuki hutan membuat perjalanan semakin seru. Di tengah-tengah perjalanan kami se-kelompok sempat singgah untuk beristirahat sambil meminum kopi dan makan makanan ringan.
Sungguh malang nasibku, sepatu yang tadinya sudah di ikat dan di plaster lagi-lagi terlepas sebelum kami sampai di camp II, tapi masih dipaksakan untuk dipakai. Akhirnya kami pun sampai di camp II, setiap tim wajib melapor kepada panitia, hal ini dilakukan setiap kali kami sampai di setiap camp. Sebuah lapangan sepakbola di desa itu menjadi tempat kami untuk mendirikan bivak untuk beristirahat, memasak dan makan.
Di camp II beberapa orang teman kami sempat di hukum karena ditengah perjalanan telah melanggar aturan diksar yang telah disepakati yaitu merokok. Mereka dua kali kena hukuman, sore hari setelah sampai di camp II dan malam harinya sewaktu kegiatan brefing dilakukan. Sunggup malang nasibnya, lapangan yang becek karena telah turun hujan menjadi tempat mereka melaksanakan kewajibannya.
Waktu pun berlalu begitu saja, waktu brefing sudah selesai dan saatnya kami beristirahat hingga matahari mulai menampakkan sinarnya di esok hari. Belum lagi kami merasa puas untuk tidur, kami sudah dibangunkan di pagi yang masih buta dan langsung di suruh masak dan makan. Belum lagi kami selesai makan, kami kembali di suruh kumpul dan menerima beberapa materi  diantaranya Navigasi Darat dan PPGD (pertolongan pertama gawat darurat).
Setelah selesai kami langsung packing untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak tertinggi di gunung Bulusaraung. Herannya semua ransum telah disita oleh panitia karena ternyata sudah saatnya untuk pengaplikasian materi Survival.
Perjalanan pun dimulai, melalui jalan setapak di antara pemukiman penduduk langkah demi langkah mulai digerakkan. Setiap peserta berjalan sesuai dengan tim masing-masing, pendakian belum begitu berarti hingga kami sampai di pos I. Setelah melewati pos I, kami tidak melewati jalur yang sebenarnya, kami melewati jalur baru yang lebih menantang di tengah guyuran hujan yang cukup deras hingga kami langsung sampai di pos IV. Kami sempat beristirahat sejenak karena hujan yang tak kunjung redah tapi dengan penuh semangat kami tetap malanjutkan perjalanan meski telah basah kuyub.
Pos demi pos pun kami lewati, hutan yang masih lebat sudah jadi pemandangan yang biasa  diperjalanan kami, meski jalan setapak menuju punjak sudah sangat jelas tapi tanjakan demi tanjakan sempat membuatku kewalahan dan ngos-ngosan. Kami sempat beristirahat di pos IX dan dengan sisa tenaga yang masih ada akibat survival, perjuangan menuju puncak terus dilanjutkan.
Sekitar pukul 14.25 wita, kami pun akhirnya tiba di puncak gunung Bulusaraung. Inilah adalah pengalaman pertamaku mendaki gunung yang cukup tinggi seperti ini, meskipun aku tidak menikmati indahnya pemandangan di puncak di karenakan oleh hujan yang tak kunjung redah ditambah lagi kabut yang cukup tebal menyelimuti puncak. Aku yakin suatu saat nanti aku akan kembali lagi mendaki gunung ini dan mendapatkan panorama yang indah di puncak gunung. Amin......!
Kami juga sempat mendokumentasikan moment-moment pada saat kami berada di puncak bersama tim masing-masing beserta pendamping kami dan seluruh peserta diksar. Oh yach, hampir lupa, kami adalah angkatan diksar ke XVI MAPALA Teknisi FT UNM dengan nama angkatan Sherpa XVI.
Sebenarnya kami masih ingin tinggal di puncak tapi berhubung karena cuaca yang tidak mendukung memaksa kami harus turun, apalagi salah satu anggota tim kami telah mengalami gejala hipotermia. Kami pun turun, di pos IX, kami sempat bergotong-royong membersihkan sampah yang ada di sekitar pos IX yang mungkin di buang begitu saja oleh para pendaki yang tidak bertanggung jawab.
Perjalanan dilanjutkan, kali ini kami sudah tidak bersusah payah lagi karena medan yang dilalui sudah menurun dan hampir tidak ada lagi tanjakan. Kami hanya perlu sedikit berhati-hati karena kondisi jalan yang sedikit licin karena habis diguyur hujan. Dalam perjalanan aku dan teman-teman terus mencari makanan yang dapat di makan baik berupa tumbuhan seperti daun asam dan berupa binatang seperti siput daun, yang penting bisa mengisi perut yang sedang kosong.
Hari sudah mulai gelap kami kembali ke lapangan untuk mendirikan bivak dan menginap semalam lagi di tempat ini. Keesokan harinya perjalanan di lanjutkan menuju desa Lampeso (camp III). Dalam perjalanan kami melewati hutan heterogen, menyeberangi sungai-sungai kecil, perkebunan warga, naik-turun bukit yang cukup terjal hingga harus berjalan malam untuk mencapai camp III.
Di camp III kami tinggal selama dua hari, disana kami melakukan observasi dengan penduduk setempat, praktek Navigasi Darat, PPGD dan Manajement perjalanan. Setelah dua hari di camp III, perjalanan kembali dilanjutkan menuju desa selanjutnya, dusun bonto-bonto, desa leang-leang (camp IV). Dalam perjalanan kami kembali melewati hutan heterogen dengan jalan setapak yang naik turun bukit, melewati air terjun kecil di celah-celah bebatuan karst, bertemu dengan warga setempat yang juga ingin ke dusun Bonto-bonto, melewati perkebunan warga dan menjumpai beberapa ekor ternak milik warga berupa sapi, ayam dan bebek. Serta binatang peliharaan berupa anjing.
Di camp IV kami menginap selama dua malam. Di camp ini juga masa survival berakhir, bisa di bayangkan empat hari kami melakukan survival selama kegiatan berlangsung. Di camp ini pula kami di kukuhkan sebagai anggota muda MAPALA Teknisi FT UNM dan di camp ini jugalah beberapa orang peserta terserang penyakit kutu air sehingga membuat mereka menjadi sulit untuk berjalan.
Dari camp IV dusun Bonto-bonto perjalanan terakhir kami lakukan dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada akibat kelelahan menuju akses jalan raya terdekat di desa Leang-leang untuk menunggu angkutan (mobil) kembali ke Makassar.
 Delapan hari masa kegiatan telah kami jalani bersama-sama, banyak sekali pengalaman yang kami dapatkan, terutama buat aku sendiri. Pengetahuan tentang alam bebas, rasa solidaritas, kerja sama sesama peserta diksar, sampai makan dan tidur pun bersama-sama. Aku yakin apa yang telah aku dan teman-teman jalani selama kegiatan pendiksaran ini berlangsung pasti takkan pernah bisa terlupakan sampai kapan pun. Amin...!
Inilah awal dari perkenalanku dengan alam bebas, segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang patut untuk disyukuri dan lestarikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar