Selasa, 05 April 2016

Delapan Hari Menjelajah Tiga Kabupaten





Lintas Sinjai, Bone, Maros
Latihan Pemantapan III
15 s/d 23 Juli 2011

Perjalanan Menuju Kabupaten Maros
      Jum’at, sore itu kami peserta Latihan Pemanatapan (lapan) memulai perjalanan meninggalkan kampus sekitar pukul 3 sore dengan menggunakan mobil polisi yang kami sewa dan tiba di Tanah Lembang kabupaten Sinjai sekitar pukul  8 malam. Perjelanan sangat melelahkan karena kami harus berdesak-desakan dalam satu mobil dengan barang bawaan kami. Setelah sampai kami beristirahat disalah satu rumah senior di tanah lembang dan akan memulai perjalanan besok pagi. Gila..... ternyata suhu di daerah itu cukup dingin, sehingga aku dan beberapa teman lainnya tidak bisa tidur dengan nyenyak.  
Pagi pun tiba, mentari bersinar cerah pagi itu. Kami bangun, sarapan, packing dan bersiap-siap untuk memulai perjalanan. Perjalanan pun dimulai, tak lupa kami berdoa demi kelancaran kegiatan kami. aku bergabung di kelompok II bersama Magma sebagai ketua tim, Gurita, Akasia dan Ombak. jalan beraspal menyambut awal perjalanan kami, disusul jalan beton hingga jalan pengerasan menuju sungai.  Sebuah jembatan gantung kami lewati sebelum kami melewati sebuah perkampungan dan memutuskan untuk camp di sekitar puncak bulu Laha-laha setelah hari mulai gelap. Kami pun membagi tugas, ada yang menderikan tenda dan sebagian lagi memasak dan mengambil air. Setelah semuanya sudah beres, kami makan malam bersama kemudian melanjutkan kegiatan dengan brifing dan terakhir adalah bubikz...
Tanpa terasa pagi pun membangunkan kami dari tidur nyenyak kami. satu persatu kepala bermunculan dari  dalam tenda. Kami tak mau menyia-nyiakan waktu, aku bergegas mengambil air untuk persedian memasak, setelah packing dan sarapan. Hari ini aku, babon, gurit, ombak dan edelweis bertugas sebagai Leader, makanya kami berangkat lebih awal dari teman-teman yang lain. Disinilah kami benar-benar merasakan kerasnya alam, hutan lebat, semak belukar dan sungai harus kami lalui dengan bersusah payah karena selain bertugas sebagai leader, kami juga harus membuka jalur baru. Tebasan-tebasan bayonet (parang) tak henti-hentinya aku layangkan, tapi jangan salah, meskipun kami menebas pohon dan rerumputan liar, kami tidak merusak ekosistem hutan yang kami lalui karena yang kami hanyalah ranting-ranting pohon yang menghalang agar bisa dilalui satu orang saja.
Hari mulai sore, sampailah kami disebuah persawahan yang membentang luas, sangat jarang rumah penduduk yang kami temui. Kalau ngak salah aku hanya melihat dua buah rumah penduduk saja, itu pun saling berjauhan dan kami pun akhirnya memutuskan untuk camp di dekat salah satu rumah warga yang kami temukan, apalagi hari sudah malam dan sumber air bersih hanya ada disitu. Setelah semua anggota telah sampai di camp, kami pun langsung mendirikan tenda dan memasak untuk makan malam, kemudian brifing dan setelah itu bubikz.
Pagi pun kembali menyambut, kami segera bergegas untuk melanjutkan perjalanan. Setelah sarapan dan packing, team leader pun berangkat lebih awal. Hari ke-tiga perjalanan, aku dan Babon kembali menjadi leader, ditemani Belalang, Akasia dan Cheeta. Perjananan kami mulai dengan menuruni bukit dan menyebrangi sungai, kemudian mulai menanjak menulusuri kebun penduduk, hingga akhirnya kami menemukan jalan setapak yang kemudian membawa kami ke perkampungan.
Sinar matahari pun mulai terasa terik, setiba diperkampungan, kami pun memutuskan untuk beristirahat dirumah masyarakat setempat. Setelah beberapa jam beristirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan menulusuri jalan pengerasan disekitar desa menuju ke arah barat. Tak terasa hari pun semakin sore, sementara itu kami belum mendapatkan tempat camp yang memadai. Hingga akhirnya kami bertemu dengan team peninjau (dewan senior) yang kemudian membantu kami untuk mencari tempat camp. Di ujung perkampungan akhirnya kami menemukan sebuah tanah lapang dan kami memutuskan untuk camp ditempat tersebut. Setelah semua anggota sampai, kami langsung mendirikan tenda dan memasak, kemudian makan malam, brefing da bubikz......
Pagi pun tiba, tak terasa udah sudah hari ke-empat perjalanan kami. Setelah masak, sarapan dan packing, team leader pun berangkat lebih dulu. Kali ini Agas, Selulosa, Mahoni, Gourdam dan Flysheet yang bertugas sebagai leader. Perjananan kami mulai dengan mengikuti jalan setapak menuju sungai searah dengan arah kompas yang telah kami kunci pada peta.
Setelah sampai disungai, kami sempat beristirahat sejenak sambil minum kopi dan cemilan. Beberapa saat setelah itu, team leader pun kembali melanjutkan perjalanan menulusuri perkebunan penduduk, sampai-sampai naik memotong sebuah gunung yang jalurnya cukup terjal. Bahkan kami harus menggunakan webing untuk membantu kami mencapai punggungan gunung tersebut.
Sesampainya dipunggungan, kami sempat beristirahat sejenak karena sudah ngos-ngosan, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Kali ini turunan terjal sudah menanti, secara pelan-pelan pun kami turun, hingga akhirnya menemukan sebuah jalan pengerasan menuju perkampungan. Kami pun mengikuti jalur tersebut hingga sampai diperkampungan dan mencari tempat camp disekitar persawahan yang dekat dengan sumber air.
Malam pun tiba, tenda-tenda telah didirikan. Sementara itu makan malam juga sudah siap, kami semua makan bersama-sama dan setalah makan malam kami lanjutkan dengan brefing kemudian bubikzzzz....
Pagi pun tiba, sinar matahari pagi kembali menyambut. Segelas teh hangat menemani sarapan kami dipagi ini. Setelah sarapan dan packing, perjalanan kembali kami lanjukan. Kali ini aku kembali menjadi leader, ditemani Mahoni, Selulosa, Ceremai dan Flysheet. Perjalanan dimulai dari tempat camp menulusuri perkebunan penduduk, hingga memasuki hutan. Dalam perjalanan kami sempat berhenti untuk beristihat dan melakukan retection, untuk mengetahui posisi kami sekarang dan mengabarkan kepada team peninjau. Kemudian kami kembali melanjutkan perjalanan menulusuri hutan, sampai akhirnya tiba disebuah punggungan. Setelah melihat peta, ternyata perkampungan masih jauh meskipun sudah terlihat. Kami pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan meskipun hari sangat sore. Hutan lebat pun meyambut, dengan terpaksa kami harus kembali membuka jalur. Tanpa terasa malampun tiba, sementara perkampungan tak kunjung terlihat. Sialnya lagi penerangan tidak mencukupi untuk semua anggota, apalagi kami terhadang jurang yang cukup terjal didepan. Kami pun akhirnya memutuskan untuk camp didalam hutan, kami berusaha mencari tempat camp yang layak namun tak kunjung dapat.
Akhirnya kami camp disebuah tempat yang hanya bisa didirikan satu tenda saja untuk anggota perempuan. Sementara itu anggota laki-laki tidur dibagian luar saja dengan beralas matras dan beratap flysheet. Untuk makan malam, kami hanya memasak sedikit saja, yang penting ada yang bisa mengganjal perut dan kami juga tidak melaksanakan brefing, melihat kondisi teman-teman yang kecapean. Jadi setelah makan malam, kami langsung beristirahat..... bubikzzzzzzzzzzz................!
Pagi kembali menyambut..... meski tidur semalam kurang nyenyak tapi aku tetap bersyukur masih bisa beristirahat. Kami bangun agak kesiangan, ditambah lagi waktu sarapan dan packing membuat kami jadi terlambat berangkat untuk melanjutkan perjalanan.
Sekitar pukul 10.00 wita, kami semua berangkat meninggalkan camp, kali ini tidak ada yang khusus jadi leader. Tetapi siapa saja yang lebih cepat berjalan, maka merekalah yang dianggap sebagai leader. Target kami hari ini adalah sampai diperkampungan dan rintangan pertama yang harus kami lalui adalah menyeberangi sungai kecil yang banyak pacetnya, kemudian membuka jalur menanjak yang banyak semak-semaknya. Untuk mencapai punggungan saja kami harus bersusah payah, apalagi disekitar hutan itu banyak terdapat tumbuhan yang sangat gatal apabila terkena kulit. Salah sau korbannya adalah aku, aku sempat tak mampu berjalan karena gatalnya tumbuhan tersebut. Untung saja kotak P3K selalu bersamaku. Sehingga rasa gatal pada lutut dan betisku dapat berkurang setelah aku bersihkan dengan alkohol dan berikan minyak gosok.
Perjalanan kembali aku lanjutkan, teman-teman yang lain sudah jauh didepan. Aku termasuk dalam kelompok paling belakang. Hari hampir sore, dipunggungan teman-teman sudah menunggu. Sesampainya dipunggungan teman-teman langsung melanjutkan perjalanan menuju perkampungan, apalagi perkampungan sudah terlihat. Semangat kami kembali menggebu-gebu lagi, meskipun aku dibarisan paling belakang. Menuruni bukit dengan sedikit semak-semak merupakan tantangan yang harus kami hadapi menuju perkampungan dan menyeberangi sungai merupakan tantangan terakhir sebelum kami sampai diperkampungan.
Tak terasa hari pun semakin sore, akhirnya kami pun sampai diperkampungan, melewati selah-selah rumah penduduk, hingga akhirnya kami tiba disebuah lapangan tempat kami camp. Lucunya kami disambut oleh masyarakat sekitar bagaikan selebriti, semua masyarakat berkumpul disekitar lapangan untuk melihat kami, bahkan suguhan teh panas dan cemilan diberikan kepada kami.
Setelah malam datang, tenda-tenda telah didirikan, serta makan malam juga telah siap. Kami bergegas makan bersama kemudian melanjutkan kegiatan dengan breefing dan terakhir bubikzzzz.........
Huaaa............ tak terasa pagi kembali menyambut, begitu aku menampakkan kepalaku diselah-selah pintu tenda, aku sedikit terkejut melihat sudah banyak masyarakat yang berkerumun disekitar tempat camp. Tanpa diminta-minta teh hangat sudah disipkan oleh masyarakat sekitar, jadi kami cukup beli celiman untuk sarapan.
Setelah sarapan, kami langsung packing kemudian pamit sama masyarakat yang ada disekitar tempat camp untuk melanjutkan perjalanan menuju bislab maros. kali ini aku kembali menjadi leader, ditemani Ozon, Ombak, Akasia dan Agas. Kami memulai perjalanan menulusuri jalan pengerasan menuju kampung seberang. Di dalam perjalanan kami melihat banyak sekali kemiri yang sedang dikeringkan oleh masyarakat, mungkin ini adalah salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat setempat.
Setelah kami sampai di desa terakhir sebelum perbatasan antara kebupaten bone dan maros, kami memutuskan untuk beristirahat dan berhubung karena hari ini adalah hari jum’at, maka aku dan beberapa teman yang muslim melaksanakan shalat jum’at bersama masyarakat setempat. Sementara teman-teman yang perempuan memasak untuk masak siang.
Setelah shalat jum’at bersama masyarakat setempat, kami makan siang bersama, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Leader berangkat lebih dulu meninggalkan perkampungan di ikuti teman-teman yang lain. Menulusuri jalan setapak yang menanjak menuju hutan, tidak menurunkan semangat kami. dalam perjalanan kami bertemu dengan beberapa masyarakat yang sedang membawa rotan dari dalam hutan.
Selepas dari hutan heterogen, kami langsung memasuki hutan pinus. Setelah keluar dari hutan pinus, kami pun beristirahat sejenak sembari menunggu teman-teman yang masih dibelakang, Apalagi matahari sudah hampir terbenam.
Tak lama kemudian semua anggota pun datang, sementara itu perkampungan yang ingin kami tuju masih cukup jauh, apalagi hari sudah malam. Tetapi kami memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan meskipun sudah malam, berhubung karena disekitar tempat kami beristirahat tidak ada sumber air. Dengan penerangan yang seadanya, kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju perkampungan, menulusuri jalan setapak ditengah-tengah heningnya malam, terkadang sesekali suara lolongan anjing terdengar disaat kami mulai memasuki perkampungan.
Pada akhirnya sekitar pukul 9 malam, kami memutuskan untuk camp disekitar rumah warga, berhubung karena (akasia) salah satu anggota perempuan yang sudah tidak mampu untuk melanjutkan perjalanan. Kami pun langsung mendirikan tenda, sebagian ada juga yang memasak. kemudian setelah makan malam, kami langsung beristirahat dan tidak melaksanakan breefing, berhubung karena kondisi teman-teman yang terlalu capek. Jadi langsung bubikzzzzz...........
Pagi pun kembali menyambut, hari ini adalah hari ke-delapan perjalanan kami. Sementara itu salah satu peserta lapan sudah tidak mampu melanjutkan perjalanan, jadi kami langsung meminta bantuan team peninjau untuk menjemput akasia.
 Sembari menunggu team peninjau datang, sebagian dari kami memasak untuk sarapan. Apesnya lagi, bahan bakar yang kami bawah sudah hampir habis, jadi untuk menghemat bahan bakar kami menggunakan kayu bakar untuk memasak. Setelah sarapan siap, kami pun sarapan bersama-sama kemudian packing untuk melanjutkan perjalanan. Setelah team peninjau datang untuk menjemput akasia, kami pun langsung melanjutkan perjalanan menuju bislab. Kami menargetkan hari sampai dibslab.
Aku lagi-lagi jadi leader, ditemani Babon, Cemara, Ombak dan Ozon. Kami langsung memotong jalur kearah hutan pinus, sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh kompas. Dalam perjalanan kami menemukan banyak hutan pinus yang batangnnya sudah dipotong untuk diambil getahnya oleh masyarakat sekitar.
Jalan setapak yang kami telusuri didalam hutan membawa kami menuju desa terakhir sebelum kami memasuki daerah Bislab, setelah mendapat jalan pengerasan, kami sempat beristirahat disekitar rumah warga sambil makan cemilan untuk mengisi perut yang mulai keroncongan. Lama tak kunjung datang, kami kembali melanjutkan perjalanan hingga menemukan jalan beton. Disini kami kembali menunggu teman-teman yang masih jauh dibelakang. Karena bosan menunggu, kami kembali melanjutkan perjalanan. sementara itu hari makin sore, kami memutuskan untuk memotong jalur menuju Bislab, masyarakat sekitar bilang bahwa jalur yang kami lalui merupakan jalur paling tercepat menuju Bislab.
Kami turun mengikuti jalur setapak, Babon jalan lebih dulu, disusul Ombak, Cemara, Ozon dan terakhir aku. Tak lupa kami memasang strangline pada jalur yang kami lalui, hanya saja strangline yang kami pasang terbuat dari kantong plastik hitam yang tidak kelihatan saat malam datang. Sialnya, sementara kami memasang strangline dibelakang tiba-tiba saja Babon meninggalkan kami berempat. Entah apa yang ada dipikirannya, tapi kami tidak panik, kami mencoba untuk tetap tenang kemudian melanjutkan perjalanan hingga akhirnya kami sampai disungai menuju Bislab.
Disungai inilah kami beristirahat dan menunggu teman-teman yang masih dibelakang, sementara itu kami tak tau Babon kemana? Kami semua berdoa semoga saja Babon baik-baik saja, bahkan kami sempat berpikiran klo Babon sudah sampai lebih dulu di Bislab. Sekitar 2 jam kami menunggu, namun teman-teman tak kuncung muncul. Setelah makan mie instan dan minum segelas kopi hangat, akhirnya kami berempat memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Bislab. Kami pun menulusuri sepanjang aliran sungai, terkadang kami harus menyeberangi sungai, bagi kami kemana air ini mengalir disitulah letak kemenangan kami. Sesekali kami membuat api unggung dipinggiran sungai agar menjadi jejak untuk teman-teman kami dibelakang.
Tak lama kemudian, disaat kami sedang beristirahat dan mengganti batterai headlamp. Tiba-tiba terlihat cahaya senter dari kejauhan, aku pun langsung menyalakan headlamp yang baru  saja aku ganti batterainya. Tak lama kemudian mereka pun memanggil dari kejauhan, serentak kami pun menjawab. Setelah agak dekat, tenyata 2 orang yang memanggil tadi adalah team peninjau yang ditugaskan untuk mencari peserta lapan, berhubung karena malam telah larut dan peserta lapan yang lainnya tak kunjung datang, kami pun diantar ke camp terakhir.
Setelah sampai ditempat camp, aku hanya sempat minum segelas susu dan kembali lagi untuk mencari teman-teman yang lain yang belum sampai, apalagi salah satu anggota leader juga belum sampai dan tak tau kemana. Proses pencarian dimulai sekitar jam 11 malam, melalui jalur yang berbeda. Aku dan 3 orang dewan senior (ka’ Aconk, ka’ Dandres dan ka’ Rawa) bertugas sebagai team pencari. Setelah terputar-putar dalam hutan selama kurang lebih 3 jam, kami akhirnya sampai diperkampungan dan menemukan tenda teman-teman yang telah berdiri, didalam tenda tersebut semua teman-teman sudah tertidur dengan pulas. Tiba-tiba saja ka’ Dandres langsung membuka pintu tenda dan membangunkan semua peserta lapan untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju Bislab, aku hanya bisa duduk diam dan merenungi nasib salah satu anggota kami yang belum ketemu.
Setelah semua anggota bangun dan packing, sekitar jam setengah 3 subuh kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju Bislab, dengan jalur yang tadi sore aku lewati bersama team leader yang lainnya. Sayangnya kami tidak tembus disungai, kami hanya terputar-putar didalam hutan dan kembali keluar disekitar perkampungan. Sampai akhirnya kembali menemukan jalan beton dan memutuskan untuk mengikuti jalur tersebut sampai Bislab meskipun sedikit lebih jauh.
Pagi pun tiba, terik sinar matahari yang makin lama makin panas seakan-akan mulai membakar kulit. Karena sempat beberapa kali kesasar, makanya perjalanan menjadi semakin lama,  kurang lebih sekitar 24 jam aku berjalan dan tanpa tidur. Akhirnya sekitar jam 11 siang, kami pun sampai di Bislab (camp terakhir). Aku langsung makan dan tidur didalam tenda, sementara teman-teman yang lain juga beistirahat.
Setelah bangun, aku pun langsung mandi di sungai bersama teman-teman yang lain. Setelah mandi badan terasa menjadi segar kembali meskipun masih terasa capek. Tak lama kemudian Babon juga tiba-tiba muncul, dengan penuh luka disekujur tubuhnya, katanya sich dia tersesat. Tau ah.... yang penting dia selamat dan bisa kembali bergabung bersama kami lagi.
Kami pun akhirnya packing dan bersiap-siap kembali ke Makassar, dengan sedikit berjalan kaki menuju jalan raya. Disana Bus jemputan telah menunggu untuk mengantar kami kembali ke Makassar.
Akhirnya perjuangan pun telah selesai, selama 9 hari kami melakukan perjalanan melintasi kabupaten Sinjai, Bone dan berakhir di Biseang Laboro kabupaten Maros. Semoga Latihan Pemantapan ini menjadikan kami semakin mantap dalam mengemban tugas sebagai seorang Pecinta Alam... Amin!

Bawakaraeng Yang Tertunda




Ramma I 
19 s/d 21 Februari 2010


Talung (Menuju Lembah Ramma)


Aku, Magma, Maleo dan Ombak Berangkat meninggalkan kampus pada Jum’at sore menuju Lembanna Malino dengan maksud ingin mendaki gunung Bawakaraeng pada keesokan harinya, namun apa yang telah kami rencanakan pada awalnya dengan terpaksa harus di tunda. Kami dilarang untuk naik ke puncak Bawakaraeng oleh tata’ (masyarakat setempat) karena cuaca beberapa hari belakangan ini sangat buruk. Kami pun akhirnya memutuskan memutar haluan menuju Ramma (sebuah lembah di kaki gunung Bawakaraeng yang mempunyai pemandangan yang sangat indah) dan menunggu teman-teman yang lain yang juga bertujuan ke Ramma.
Sekitar pukul 02.00 wita rombongan yang lain pun (ka’ Akku, ka’ Pepenk, ka’ Rifal, ka’ Aka, ka’ Aconk, Babon, Cobra, Cheeta, Cemara, Edel dan Ibed) akhrnya tiba  di Lembanna (rumah tata Amir), sementara itu kami sedang enak-enaknya memeluk guling ditengah dinginnya malam didalam kamar, tiba-tiba saja ka’ Akku membangunkan kami tanpa alasan yang pasti, katanya sich kami sudah kebanyakan tidur. Berbincang-bincang sejenak diwarnai sedikit canda tawa dan segelas kopi hangat membuat waktu jadi tak terasa dan kami pun tidur lagi sejenak untuk menjaga stamina esok hari.
Pagi pun tiba, matahari sudah menampakkan sinarnya namun masih terasa sangat dingin. Aku pun sempat mandi pagi itu, air yang terasa seperti air es menusuk hingga ke tulang-tulang. Segelas kopi dan beberapa cemilan menjadi sarapan buat kami, kemudian kami packing dan bersiap berangkat.
Tak lupa kami senantiasa memanjatkan doa kepada sang Khalik, semoga saja perjalanan kami lancar-lancar saja, khusunya aku yang baru pertama kalinya akan menginjakkan kaki di Ramma. Sekitar pukul 07.00 wita, kami pun beranjak meninggal rumah tata Amir menuju Ramma, jalan beraspal menemani awal perjalanan kami lalu masuk di jalan setapak  di tengah-tengah perkebunan warga, kemudian tembus di hutan pinus.
Jalan setapak sangat jelas menuju Ramma, hanya saja jalur terbagi menjadi dua setelah melewati hutan pinus. Kanan untuk jalur ke Ramma dan kiri untuk jalur ke puncak gunung Bawakaraeng tapi kita juga bisa tembus langsung di pos VII Bawakaraeng lewat Talung, sebuah punggungan yang memiliki pemandangan yang begitu indah sebelum kita turun ke Ramma.  Dalam perjalanan Magma, Cheeta, Cobra dan juga aku berjalan lebih cepat sehingga meninggalkan teman-teman yang lain di belakang, kami juga bertemu dengan 4 orang mahasiswa pencinta alam dari Cakrabuana Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia yang berencana untuk naik ke puncak tapi karena salah satu dari mereka sudah drop, mereka pun akhirnya memutar haluan ke Ramma.
Kami tiba lebih dulu di Talung, sembari menunggu teman-teman yang lain kami disuguhi pemandagan yang begitu indah dan seakan-akan membayar rasa lelah setelah melakukan perjalanan yang cukup menguras tenaga. Tak lama kemudian teman-teman yang lain pun akhirnya tiba juga di Talung bersamaan dengan anak Mapala dari UMI yang tadi kami jumpai di jalan. Ceprat.... cepret....! kamera yang kami bawah tak henti-hentinya di gunakan, kami tak ingin rasanya melewatkan pemandangan yang begitu indah ini tanpa mengabadikannya.
Hari semakin sore, kami segera bergegas menuruni talung menuju tujuan utama kami yaitu ramma. Hampir sekitar satu jam, kami pun akhirnya sampai di ramma. Suara gemericik air sungai nan jernih membelah hamparan padang rumput yang luas seakan-seakan menyambut kedatangan kami. kami beristirahat sejenak sebelum kami menderikan tenda disekitar rumah tata mandong.
Hari pun semakin gelap, semua tenda telah selesai didirikan. Sebagian dari kami membagi tugas, ada yang ambil air, cuci piring dan memasak. Malam pun tiba, dinginnya hembusan angin malam serasa menusuk tulang. Setelah semua makanan siap kami pun makan bersama, perbedaan seakan-akan hilang diantara kami. Inilah  yang menjadi hal tak akan pernah bisa kulupakan  dalam hidupku, rasa persuadaraan dan solidaritas yang tak akan pernah pernah aku dapatkan ditempat lain meskipun kami berbeda latar belakang.
Malam semakin larut, dua botol anggur cap orang tua menjadi penghangat dalam canda tawa kami malam itu ditengah-tengah dinginnya angin malam. Setelah itu kami pun tidur, karena aku ngak membawa SB (Slaping Bag) atau kantong tidur makanya aku tidur diantara teman-teman yang punya SB.
Pagi pun tiba, matahari mulai memancarkan sinarnya dari ufuk timur, menghangatkan tubuh dari dinginnya kabut dipagi hari. Hari kedua kami di ramma terasa sangat cepat, makan siang dengan sayuran yang kami peroleh dari pinggir-pinggir sungai. Sementara itu untuk makan malam kami memasak sebuah talas sebagai sayur, namun sialnya sebelum kami makan salah satu teman kami yaitu magma keracunan sayur talas yang tadi masak saat dia mencobanya, tenyata talas yang kami masak tadi adalah talas beracun. Satu pengalaman baru lagi buat kami, teliti dalam memilih makanan apalagi dalam kondisi survival.
Kami pun akhirnya makan bersama tanpa sayur talas yang tadi sudah kami masak. Setelah makan kami berbincang-bincang ditemani beberapa gelas kopi dan roti bakar dengan penuh canda tawa hingga malam semakin larut sampai kami tidur kembali. Malam itu aku tidur ditenda yang berbeda, tanpa disangka-sangka hujan tiba-tiba turun dan membuat aku semakin kedinginan apalagi aku ngak bawa SB jadi aku ngak bisa tidur. Sampai akhirnya aku mengambil carierl untuk dijadikan sebagai SB dan aku pun bisa tidur meskipun masih terasa sangat dingin. 
Pagi pun datang, ini adalah hari ke tiga kami di ramma, rencananya kami akan segera balik ke makassar setelah sore menjelang. Setelah tiga hari kami disana, aku pun akhirnya mandi sebelum kami pulang. Berrrrrrr.................!Dinginnya air sungai seakan-akan menusuk sampai tulang-tulang. Setelah mandi kami masak untuk makan siang sambil minum segelas teh hangat.
Setelah makan siang, kami pun bergegas untuk packing semua barang bawaan kami, tenda dll. Setelah semua siap kami beristirahat sejenak di rumahnya tata Mandong dan famitan sama tata, kemudian kami memulai perjalanan pulang ke lemmbanna. Kami pulang bersama anak Carkrabuana Teknik Sipil UMI yang kemarin berangkatnya bareng mereka juga.
Pendakian yang terus menurus, sangat menguras tenaga saat menuju Talung tapi setelah sampai di Talung perlajanan berubah menjadi mengasikkan karena tidak ada tracking berarti lagi, ditambah lagi sejuknya udara  dalam hutan yang masih rimbun yang kami lalui dalam perjalanan. Sesekali kami singgah untuk beristirahat dan minum kopi, ataupun mengambil air minum di sungai. Begitupula saat kami tiba di pohon pinus, aku, ka’ pepenk, ka’ aconk, cemara, cheeta, babon dan ombak tak mau melewatkan kesempatan untuk berfhoto-fhoto. Hingga waktu terasa sudah hampir gelap, magma pun datang menyusul kami. kami pun bergegas kembali ke rumah mama (pos ukm sar unm). Setelah beristirahat sejenak dan berfamitan sama mama, kami akhirnya melanjutkan perjalanan kembali ke Makassar setelah adzan magrib di kumandangkan.
Bye ramma, kami akan kembali dilain waktu.

Senin, 04 April 2016

Berbaur Dengan Tebing 45



Taddeang Maros
11 s/d 13 Februari 2010

Melatih Otot dan Otak
 Sore yang cerah di hari itu, jum’at 11 Februari 2011. Aku tiba-tiba saja di telpon oleh teman-teman dari MAPALA Teknisi, aku di ajak untuk bergabung bersama teman-teman yang lain untuk latihan panjat di tebing 45 Taddeang Maros. Aku pun langsung bersiap-siap dan mem-packing semua perlengkapan yang akan aku bawah, termasuk pakaian, sliping bag (kantong tidur) dan juga ransum.
Berkumpul di Sherpa (sebutan untuk tempat ngumpul anggota diksar kami) setelah shalat magrib sembari menunggu teman-teman yang lain yang juga ingin ikut dengan kami sambil mem-packing perlengkapan panjat yang akan kami bawah.
Pukul 21.00 wita, berangkat meninggalkan sherpa tanpa lupa berdoa terlebih dahulu. Aku dan teman-teman yang lain (Babon, Gurit, Cobra, Cemara, Ceremai, Tupai, Lahar, Cheeta, ka’ mambu, ka’ uki, ka’ kuda, ka’ akku dan ka’ aconk) hanya mengendarai sepeda motor meniggalkan kota Makassar menuju Taddeang Maros.
Sekitar pukul 23.00 wita, rombongan tiba di taddeang Maros. Memarkir kendaraan dan mencari tempat datar untuk mendirikan tenda dan memasak di sekitar tebing. Tebing 45 taddeang jaraknya tidak begitu jauh dari jalan raya Maros-Camba, hanya sekitar 100 meter di sebelah kanan jalan, nampak jelas kelihatan kalau kita melihat dari jalan raya . Tinggi tebing ini kira-kira sekitar 50 meter dari dasar tebing sampai titik top paling tinggi.
Malam semakin larut, tenda telah selesai didirikan dan makanan juga suda siap. Kami pun makan  bersama di tengah heningnya malam, sesekali terdengar suara kendaraan yang lewat di jalan raya. Suara gitar disertai nyanyian-nyanyian dan sedikit canda tawa membuat waktu di malam itu terasa berjalan bergitu cepat. Belum lagi kami berhenti bernyanyi, datang seorang petugas kepolisian yang sedang berpatroli. Katanya dia tidak sengaja mendengar suara kami yang sedang bernyanyi di tengah heningnya malam ketika dia sedang lewat dan membuatnya penasaran hingga harus singgah mengecek, kami pun semua sedikit terkejut. Akan tetapi segelas kopi dan beberapa batang rokok membuat kami semua satu sambil bercengkrama ditengah heningnya malam.
Setelah itu petugas itupun pergi, rasa ngantuk yang memaksa kami harus mencari tempat datar untuk merebahkan badan dan menutup mata hingga matahari menampakkan sinarnya esok hari
Pagi pun datang, kilauan sinar matahari memaksa kedua mata harus terbuka meski terasa sulit karena rasa ngantuk yang masih membebaniku. Tak lama kemudian anggota yang lain pun juga terbangun. segelas kopi dan beberapa potong cemilan mengisi perut yang kosong sembari mempersiapkan semua alat yang akan dipakai memanjat. Tali, Carbiner (cincin kait), Harness dan Full Body Harness,  Runner, figure of eight, chalk bag, helm dan sepatu merupakan alat yang harus disiapkan sebelum melakukan olahraga panjat tebing. Namun bila kita baru akan membuka jalur baru untuk memanjat masih banyak perlengkapan lain yang harus disiapkan seperti, palu tebing, bor tebing, hanger, anchor, pasak tebing (piston), hook,  chock dan lain-lain.
Pemanjatan pun dimulai, ka’ mambu ditunjuk untuk memasang alat pada jalur yang sudah ada, sementara itu ka’ akku sebagai blayer dan yang lain sebagai penonton, termasuk aku. Ka’ mambu mulai memanjat tebing yang sebelah kiri, sedikit demi sedikit menambah ketinggian hingga mencapai tinggi sekitar 10 meter. Ka’ mambu pun menyerah dan tak mampu lagi, tebing ini memang lumayan susah dari pada tebing yang sebelah kanan. Akhirnya kami sepakat untuk memindahkan jalur ke tebing yang sebelah kanan, tebing yang ini tidak begitu sulit untuk di panjat apalagi bagi kami yang anggota muda dan yang bertindak sebagai pemasang alat adalah tupai. Dia berhasil mencapai ketinggian sekitar 15 meter, biarlah ku rasa itu sudah cukup untuk berlatih panjat tebing sebagai pemula.
Satu persatu anggota mulai mencoba untuk memanjat dengan semangat yang tinggi meski ada juga yang tak mampu mencapai titik top yang telah ditentukan. Ya... namanya juga pemula. Tiba giliranku, harness buatan dari tali webing telah terlebih dahulu kupasang, tinggal pasang chalkbag dan sepatu dan langsung manjat tapi sebaiknya terlebih dahulu melakukan sedikit pemanasan dan peregangan otot agar tidak kaku pada saat memanjat. Sayangnya aku tidak bisa memakai sepatu panjat yang telah tersedia karena ukuranya yang agak kecil dari ukuran kakiku, apa boleh buat memanjat dengan kaki telanjang.
“Bismillahirrahmanirahim”. Ucapku dengan sedikit rasa tegang dan agak gemetaran mulai mencari celah sebagai tempat untuk berpengangan dan cacat batuan sebagai tumpuan kaki. Sedikit demi sedikit menambah ketinggian hingga tak terasa aku sampai pada titik top yang telah ditentukan dengan badan penuh keringat  jelek. Lepaskan pegangan, lemparkan tubuh kebelakang, blayer akan mengamankan kita dan menurunkan kita sedikit demi sedikit. Selesai sudah, di tebing ini aku hanya satu kali mencoba dan hasilnya cukup memuaskan, aku bisa mencapai titik top yang telah ditentukan.
Hari makin siang, suara adzan terdengar di telinga. Kegiatan pemanjatan dihentikan untuk sementara sembari beristirahat dan memasak untuk makan siang.   Setelah makan dan beristirahat, kegiatan kembali dilakukan, teman-teman yang masih penasaran terus mencoba bahkan beberapa kali. Begitu pun dengan yang ingin belajar blayer, tapi seharusnya sich yang jadi blayer adalah orang yang memiliki berat badan lebih dari pada si pemanjat.
Tak lama kemudian ka’ Akar angin dan Edelweis juga datang, akhirnya alat pada jalur kanan kembali dilepaskan akan dipindahkan ke tebing yang menantang disebelah kiri. Ka’ akar angin atau yang akrab disapa ka’ aka bertugas untuk memasang alat tersebut. Percobaan pertama ka’ aka hanya dapat mencapai ketinggian sekitar 10 meter dan akhirnya pada percobaan kedua ka’ aka berhasil mencapai ketinggian skitar 20 meter dan ditetapkan sebagai titik top.
Perjuangan kembali dilanjutkan, satu demi satu anggota mulai mencoba memanjat tebing yang lebih menantang ini, namun hanya gurita  yang mampu mencapai titik top yang telah ditentukan. Sementara yang lain tak mampu berbuat banyak menghadapi tebing ini, termasuk aku. Mungkin ini disebabkan karena lima liter tuak pahit (ballo) yang dibawah oleh cobra dari suatu tempat yang tak jelas.
Kami pun dipaksa untuk meminumnya, tak ada anggota muda yang tak kebagian kecuali yang perempuan. Termasuk aku, babon dan tupai yang tak terbiasa dengan minuman seperti itu, membuat aku tak mampu mencapai titik top pada tebing yang sebelah kiri karena merasa sedikit pusing, aku bahkan beberapa kali mencoba namun tak kunjung bisa sampai magrib menjelang.
Malam pun datang, pemanjatan kembali di tunda hingga esok pagi. Waktu beristirahat di malam hari di manfaatkan sebaik mungkin untuk beristirahat dengan harapan esok tubuh bisa kembali fit dan melanjutkan perjuangan memanjat tebing yang membuatku penasaran ini. Selain beristirahat tak lupa pula kami memasak untuk makan malam secara bersama-sama dengan sedikit gurauan dan canda tawa. Setelah makan malam, cemilan dan segelas kopi menemani kami di tengah keheningan malam hingga mata akan tertutup menanti indahnya kilauan sinar matahari di esok pagi.
Pagi pun datang. Dua hari sudah aku tidak mandi, rasa gatal diseluruh tubuh  memaksaku kaki untuk melangkah mencari tempat mandi. Aku pergi sendirian, sebelum teman-teman yang lain terbangun. Sekitar satu kilometer kesebelah timur tebing 45 taddeang, aku menemukan sebuah masjid. Disitulah aku mandi dan mengganti pakaian, kemudian setelah itu makan di warung yang ada disekitar masjid tersebut.
Perut pun terasa kenyang, tenaga sudah kembali fit dan untuk kembali ke tempat panjat aku sudah tidak berjalan kaki lagi melainkan naik angkot (pete-pete) yach hitung-hitung untuk menghemat tenaga, apalagi aku masih mau manjat. Hanya 5 menit aku naik angkot sudah sampai di tempat panjat, dari pada harus berjalan kaki selama 30 menit kan cape’ toch.
Datang dengan wajah ceria, karena sudah mandi dan makan. Teman-teman yang baru bangun dengan  muka-muka ngantuknya langsung bertanya padaku “dari mana nTeng?” sapaanku di Mapala, yach aku bilang aja dari mandi dengar sedikit cengar-cengir.
Setelah itu, sedikit pemanasan dengan berlari-lari kecil dan fush up sebelum memulai memanjat. Pasang harness dan chalkbag. Bismillahirrahmanirahim, mulai memanjat tanpa menggunakan sepatu, medan yang lebih sulit dari pada tebing sebelumnya sempat membuat aku kewalahan dan gagal pada percobaan pertama. Akhirnya pada percobaan kedua, aku berhasil mencapai titik top yang telah di tentukan yang tingginya sekitar 20 meter dengan penuh rasa bangga, bahkan sampai tiga kali aku mencapainya hingga sore menjelang. Sementara itu teman-teman yang lain yang juga bisa top hanya ka’ aconk, tupai, cheeta, ka’ aka dan ka’ mambu yang melepaskan alat.
Hari makin sore, kami memutuskan untuk menyudahi kegiatan panjat  kali ini, semoga saja lain kali aku dan teman-teman bisa kembali lagi kesini dan memanjat tebing yang lebih tinggi. Setelah alat dilepaskan, tenda dibongkar, packing, membersihakan sampah, kemudian bergegas meninggalkan tebing 45 teddeang Maros dengan mengendarai sepeda motor menuju Makassar dan kembali ke kost masing-masing.