Selasa, 05 April 2016

Bawakaraeng Yang Tertunda




Ramma I 
19 s/d 21 Februari 2010


Talung (Menuju Lembah Ramma)


Aku, Magma, Maleo dan Ombak Berangkat meninggalkan kampus pada Jum’at sore menuju Lembanna Malino dengan maksud ingin mendaki gunung Bawakaraeng pada keesokan harinya, namun apa yang telah kami rencanakan pada awalnya dengan terpaksa harus di tunda. Kami dilarang untuk naik ke puncak Bawakaraeng oleh tata’ (masyarakat setempat) karena cuaca beberapa hari belakangan ini sangat buruk. Kami pun akhirnya memutuskan memutar haluan menuju Ramma (sebuah lembah di kaki gunung Bawakaraeng yang mempunyai pemandangan yang sangat indah) dan menunggu teman-teman yang lain yang juga bertujuan ke Ramma.
Sekitar pukul 02.00 wita rombongan yang lain pun (ka’ Akku, ka’ Pepenk, ka’ Rifal, ka’ Aka, ka’ Aconk, Babon, Cobra, Cheeta, Cemara, Edel dan Ibed) akhrnya tiba  di Lembanna (rumah tata Amir), sementara itu kami sedang enak-enaknya memeluk guling ditengah dinginnya malam didalam kamar, tiba-tiba saja ka’ Akku membangunkan kami tanpa alasan yang pasti, katanya sich kami sudah kebanyakan tidur. Berbincang-bincang sejenak diwarnai sedikit canda tawa dan segelas kopi hangat membuat waktu jadi tak terasa dan kami pun tidur lagi sejenak untuk menjaga stamina esok hari.
Pagi pun tiba, matahari sudah menampakkan sinarnya namun masih terasa sangat dingin. Aku pun sempat mandi pagi itu, air yang terasa seperti air es menusuk hingga ke tulang-tulang. Segelas kopi dan beberapa cemilan menjadi sarapan buat kami, kemudian kami packing dan bersiap berangkat.
Tak lupa kami senantiasa memanjatkan doa kepada sang Khalik, semoga saja perjalanan kami lancar-lancar saja, khusunya aku yang baru pertama kalinya akan menginjakkan kaki di Ramma. Sekitar pukul 07.00 wita, kami pun beranjak meninggal rumah tata Amir menuju Ramma, jalan beraspal menemani awal perjalanan kami lalu masuk di jalan setapak  di tengah-tengah perkebunan warga, kemudian tembus di hutan pinus.
Jalan setapak sangat jelas menuju Ramma, hanya saja jalur terbagi menjadi dua setelah melewati hutan pinus. Kanan untuk jalur ke Ramma dan kiri untuk jalur ke puncak gunung Bawakaraeng tapi kita juga bisa tembus langsung di pos VII Bawakaraeng lewat Talung, sebuah punggungan yang memiliki pemandangan yang begitu indah sebelum kita turun ke Ramma.  Dalam perjalanan Magma, Cheeta, Cobra dan juga aku berjalan lebih cepat sehingga meninggalkan teman-teman yang lain di belakang, kami juga bertemu dengan 4 orang mahasiswa pencinta alam dari Cakrabuana Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia yang berencana untuk naik ke puncak tapi karena salah satu dari mereka sudah drop, mereka pun akhirnya memutar haluan ke Ramma.
Kami tiba lebih dulu di Talung, sembari menunggu teman-teman yang lain kami disuguhi pemandagan yang begitu indah dan seakan-akan membayar rasa lelah setelah melakukan perjalanan yang cukup menguras tenaga. Tak lama kemudian teman-teman yang lain pun akhirnya tiba juga di Talung bersamaan dengan anak Mapala dari UMI yang tadi kami jumpai di jalan. Ceprat.... cepret....! kamera yang kami bawah tak henti-hentinya di gunakan, kami tak ingin rasanya melewatkan pemandangan yang begitu indah ini tanpa mengabadikannya.
Hari semakin sore, kami segera bergegas menuruni talung menuju tujuan utama kami yaitu ramma. Hampir sekitar satu jam, kami pun akhirnya sampai di ramma. Suara gemericik air sungai nan jernih membelah hamparan padang rumput yang luas seakan-seakan menyambut kedatangan kami. kami beristirahat sejenak sebelum kami menderikan tenda disekitar rumah tata mandong.
Hari pun semakin gelap, semua tenda telah selesai didirikan. Sebagian dari kami membagi tugas, ada yang ambil air, cuci piring dan memasak. Malam pun tiba, dinginnya hembusan angin malam serasa menusuk tulang. Setelah semua makanan siap kami pun makan bersama, perbedaan seakan-akan hilang diantara kami. Inilah  yang menjadi hal tak akan pernah bisa kulupakan  dalam hidupku, rasa persuadaraan dan solidaritas yang tak akan pernah pernah aku dapatkan ditempat lain meskipun kami berbeda latar belakang.
Malam semakin larut, dua botol anggur cap orang tua menjadi penghangat dalam canda tawa kami malam itu ditengah-tengah dinginnya angin malam. Setelah itu kami pun tidur, karena aku ngak membawa SB (Slaping Bag) atau kantong tidur makanya aku tidur diantara teman-teman yang punya SB.
Pagi pun tiba, matahari mulai memancarkan sinarnya dari ufuk timur, menghangatkan tubuh dari dinginnya kabut dipagi hari. Hari kedua kami di ramma terasa sangat cepat, makan siang dengan sayuran yang kami peroleh dari pinggir-pinggir sungai. Sementara itu untuk makan malam kami memasak sebuah talas sebagai sayur, namun sialnya sebelum kami makan salah satu teman kami yaitu magma keracunan sayur talas yang tadi masak saat dia mencobanya, tenyata talas yang kami masak tadi adalah talas beracun. Satu pengalaman baru lagi buat kami, teliti dalam memilih makanan apalagi dalam kondisi survival.
Kami pun akhirnya makan bersama tanpa sayur talas yang tadi sudah kami masak. Setelah makan kami berbincang-bincang ditemani beberapa gelas kopi dan roti bakar dengan penuh canda tawa hingga malam semakin larut sampai kami tidur kembali. Malam itu aku tidur ditenda yang berbeda, tanpa disangka-sangka hujan tiba-tiba turun dan membuat aku semakin kedinginan apalagi aku ngak bawa SB jadi aku ngak bisa tidur. Sampai akhirnya aku mengambil carierl untuk dijadikan sebagai SB dan aku pun bisa tidur meskipun masih terasa sangat dingin. 
Pagi pun datang, ini adalah hari ke tiga kami di ramma, rencananya kami akan segera balik ke makassar setelah sore menjelang. Setelah tiga hari kami disana, aku pun akhirnya mandi sebelum kami pulang. Berrrrrrr.................!Dinginnya air sungai seakan-akan menusuk sampai tulang-tulang. Setelah mandi kami masak untuk makan siang sambil minum segelas teh hangat.
Setelah makan siang, kami pun bergegas untuk packing semua barang bawaan kami, tenda dll. Setelah semua siap kami beristirahat sejenak di rumahnya tata Mandong dan famitan sama tata, kemudian kami memulai perjalanan pulang ke lemmbanna. Kami pulang bersama anak Carkrabuana Teknik Sipil UMI yang kemarin berangkatnya bareng mereka juga.
Pendakian yang terus menurus, sangat menguras tenaga saat menuju Talung tapi setelah sampai di Talung perlajanan berubah menjadi mengasikkan karena tidak ada tracking berarti lagi, ditambah lagi sejuknya udara  dalam hutan yang masih rimbun yang kami lalui dalam perjalanan. Sesekali kami singgah untuk beristirahat dan minum kopi, ataupun mengambil air minum di sungai. Begitupula saat kami tiba di pohon pinus, aku, ka’ pepenk, ka’ aconk, cemara, cheeta, babon dan ombak tak mau melewatkan kesempatan untuk berfhoto-fhoto. Hingga waktu terasa sudah hampir gelap, magma pun datang menyusul kami. kami pun bergegas kembali ke rumah mama (pos ukm sar unm). Setelah beristirahat sejenak dan berfamitan sama mama, kami akhirnya melanjutkan perjalanan kembali ke Makassar setelah adzan magrib di kumandangkan.
Bye ramma, kami akan kembali dilain waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar