Bulu Saraung I
Alam, Salam Kenal!
Salam. Pendidikan
Dasar atau yang biasa di singkat Diksar, inilah yang menjadi awal perkenalanku
dengan alam bebas. Oh yach aku adalah seorang mahasiswa jurusan Pendidikan
Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar. Namaku Muhlis
biasanya sich akrab dengan panggilan Midunk, namun setelah aku mengikuti
pendidikan dasar di Mapala Teknisi FT
- UNM teman-teman biasa memanggilku dengan nama Banteng. Entahlah mengapa aku
diberi nama yang seperti itu, aku juga masih kurang paham.
Pada awalnya aku
dan 24 peserta diksar yang lainnya melakukan beberapa persiapan, diantaranya
logistik, perlengkapan, pengetahuan dan yang tak kalah pentingnya adalah
persiapan fisik dan mental yang kami lakukan sekitar dua minggu sebelum
kegiatan outdoor dilakukan dan kami sebut dengan kegiatan indoor. Banyak hal
yang kami lakukan diantaranya lari-lari keliling kampus, fush up, schot jump,
full up, sit up dan naik turun tangga.
Outdoor pun tiba,
perjalanan dimulai dari kampus dengan menggunakan sebuah bus milik universitas
menuju desa Parangluara kabupaten pangkep. Dari Parangluara perjalanan dimulai
setelah melapor di kepala desa setempat menuju desa Minggi (camp I). Seluruh
peserta berjalan sesuai dengan kelompok masing-masing, aku tergabung dalam
kelompok 5 atau dengan sebutan tim jungle bersama empat orang temanku yang
lain, sebut saja Cheeta sebagai ketua tim, ceremai satu-satunya cewek di
kelompok kami, cobra dan yang satu lagi hyena. Serta satu orang pendamping
(panitia) yang bernama pilar.
Hari pun mulai
sore, perjalanan hari pertama tidak begitu melelahkan karena hanya melalui
persawahan dan sedikit pendakian di antara kebun-kebun milik warga disertai
sedikit hujan gerimis. Baru hari pertama sepatu yang kupakai sudah rusak,
alasnya mulai terlepas karena aku tercebur di sawah tapi masih bisa dipakai.
Setelah sampai di camp I, aku dan teman-teman yang lain langsung mendirikan
bivak (tenda kecil yang terbuat dari jas hujan atau ponco dan hanya muat untuk
satu orang), memasak dan beristirahat hingga matahari tak lagi tampak di upuk
barat. Waktunya makan, setelah makan kami semua melakukan brefing dan ini akan
terus dilakukan setiap malamnya selama kegiatan berlangsung dan setelah itu
beristirahat.
Keesokan harinya,
setelah sarapan dan berkemas-kemas (packing)
perjalanan pun dilanjutkan menuju desa Tompobulu (camp II). Medan yang
mulai menantang membuat semua peserta mulai kewalahan. termasuk aku, sepatu
yang kemarinnya sudah mulai rusak tapi masih dipaksakan untuk dipakai akhirnya
pun rusak parah, kedua alasnya terlepas dan hancur.
Apa boleh buat,
satu-satunya jalan yach dengan di ikat kemudian di plaster. Perjalanan melalui
jalan setapak, menyeberangi sungai-sungai kecil, dan memasuki hutan membuat
perjalanan semakin seru. Di tengah-tengah perjalanan kami
se-kelompok sempat singgah untuk beristirahat sambil meminum kopi dan makan
makanan ringan.
Sungguh malang
nasibku, sepatu yang tadinya sudah di ikat dan di plaster lagi-lagi terlepas
sebelum kami sampai di camp II, tapi masih dipaksakan untuk dipakai. Akhirnya
kami pun sampai di camp II, setiap tim wajib melapor kepada panitia, hal ini
dilakukan setiap kali kami sampai di setiap camp. Sebuah lapangan sepakbola di
desa itu menjadi tempat kami untuk mendirikan bivak untuk beristirahat, memasak
dan makan.
Di camp II
beberapa orang teman kami sempat di hukum karena ditengah perjalanan telah
melanggar aturan diksar yang telah disepakati yaitu merokok. Mereka dua kali
kena hukuman, sore hari setelah sampai di camp II dan malam harinya sewaktu
kegiatan brefing dilakukan. Sunggup malang nasibnya, lapangan yang becek karena
telah turun hujan menjadi tempat mereka melaksanakan kewajibannya.
Waktu pun berlalu
begitu saja, waktu brefing sudah selesai dan saatnya kami beristirahat hingga
matahari mulai menampakkan sinarnya di esok hari. Belum lagi kami merasa puas
untuk tidur, kami sudah dibangunkan di pagi yang masih buta dan langsung di
suruh masak dan makan. Belum lagi kami selesai makan, kami kembali di suruh
kumpul dan menerima beberapa materi
diantaranya Navigasi Darat dan PPGD (pertolongan pertama gawat darurat).
Setelah selesai
kami langsung packing untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak tertinggi di
gunung Bulusaraung. Herannya semua ransum telah disita oleh panitia karena
ternyata sudah saatnya untuk pengaplikasian materi Survival.
Perjalanan pun
dimulai, melalui jalan setapak di antara pemukiman penduduk langkah demi
langkah mulai digerakkan. Setiap peserta berjalan sesuai dengan tim
masing-masing, pendakian belum begitu berarti hingga kami sampai di pos I.
Setelah melewati pos I, kami tidak melewati jalur yang sebenarnya, kami
melewati jalur baru yang lebih menantang di tengah guyuran hujan yang cukup
deras hingga kami langsung sampai di pos IV. Kami sempat beristirahat sejenak
karena hujan yang tak kunjung redah tapi dengan penuh semangat kami tetap
malanjutkan perjalanan meski telah basah kuyub.
Pos demi pos pun
kami lewati, hutan yang masih lebat sudah jadi pemandangan yang biasa diperjalanan kami, meski jalan setapak menuju
punjak sudah sangat jelas tapi tanjakan demi tanjakan sempat membuatku
kewalahan dan ngos-ngosan. Kami sempat beristirahat di pos IX dan dengan sisa
tenaga yang masih ada akibat survival, perjuangan menuju puncak terus dilanjutkan.
Sekitar pukul
14.25 wita, kami pun akhirnya tiba di puncak gunung Bulusaraung. Inilah adalah
pengalaman pertamaku mendaki gunung yang cukup tinggi seperti ini, meskipun aku
tidak menikmati indahnya pemandangan di puncak di karenakan oleh hujan yang tak
kunjung redah ditambah lagi kabut yang cukup tebal menyelimuti puncak. Aku
yakin suatu saat nanti aku akan kembali lagi mendaki gunung ini dan mendapatkan
panorama yang indah di puncak gunung. Amin......!
Kami juga sempat
mendokumentasikan moment-moment pada saat kami berada di puncak bersama tim
masing-masing beserta pendamping kami dan seluruh peserta diksar. Oh yach,
hampir lupa, kami adalah angkatan diksar ke XVI MAPALA Teknisi FT UNM dengan nama angkatan Sherpa XVI.
Sebenarnya kami
masih ingin tinggal di puncak tapi berhubung karena cuaca yang tidak mendukung
memaksa kami harus turun, apalagi salah satu anggota tim kami telah mengalami
gejala hipotermia. Kami pun turun, di pos IX, kami sempat bergotong-royong
membersihkan sampah yang ada di sekitar pos IX yang mungkin di buang begitu
saja oleh para pendaki yang tidak bertanggung jawab.
Perjalanan
dilanjutkan, kali ini kami sudah tidak bersusah payah lagi karena medan yang
dilalui sudah menurun dan hampir tidak ada lagi tanjakan. Kami hanya perlu sedikit
berhati-hati karena kondisi jalan yang sedikit licin karena habis
diguyur hujan. Dalam perjalanan aku dan teman-teman terus mencari makanan yang
dapat di makan baik berupa tumbuhan seperti daun asam dan berupa binatang
seperti siput daun, yang penting bisa mengisi perut yang sedang kosong.
Hari sudah mulai gelap
kami kembali ke lapangan untuk mendirikan bivak dan menginap semalam lagi di
tempat ini. Keesokan harinya perjalanan di lanjutkan menuju desa Lampeso (camp
III). Dalam perjalanan kami melewati hutan heterogen, menyeberangi
sungai-sungai kecil, perkebunan warga, naik-turun bukit yang cukup terjal
hingga harus berjalan malam untuk mencapai camp III.
Di camp III kami
tinggal selama dua hari, disana kami melakukan observasi dengan penduduk
setempat, praktek Navigasi Darat, PPGD dan Manajement perjalanan. Setelah dua hari di camp
III, perjalanan kembali dilanjutkan menuju desa selanjutnya, dusun bonto-bonto,
desa leang-leang (camp IV). Dalam perjalanan kami kembali melewati hutan
heterogen dengan jalan setapak yang naik turun bukit, melewati air terjun kecil
di celah-celah bebatuan karst, bertemu dengan warga setempat yang juga ingin ke
dusun Bonto-bonto, melewati perkebunan warga dan menjumpai beberapa ekor ternak
milik warga berupa sapi, ayam dan bebek. Serta binatang peliharaan berupa
anjing.
Di camp IV kami
menginap selama dua malam. Di camp ini juga masa survival berakhir, bisa di
bayangkan empat hari kami melakukan survival selama kegiatan berlangsung. Di
camp ini pula kami di kukuhkan sebagai anggota muda MAPALA Teknisi FT UNM dan di camp ini jugalah beberapa orang peserta
terserang penyakit kutu air sehingga membuat mereka menjadi sulit untuk
berjalan.
Dari camp IV dusun
Bonto-bonto perjalanan terakhir kami lakukan dengan sisa-sisa tenaga yang masih
ada akibat kelelahan menuju akses jalan raya terdekat di desa Leang-leang untuk
menunggu angkutan (mobil) kembali ke Makassar.
Delapan hari masa kegiatan telah kami jalani
bersama-sama, banyak sekali pengalaman yang kami dapatkan, terutama buat aku
sendiri. Pengetahuan tentang alam bebas, rasa solidaritas, kerja sama sesama
peserta diksar, sampai makan dan tidur pun bersama-sama. Aku yakin apa yang
telah aku dan teman-teman jalani selama kegiatan pendiksaran ini berlangsung
pasti takkan pernah bisa terlupakan sampai kapan pun. Amin...!
Inilah awal dari
perkenalanku dengan alam bebas, segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta
ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang patut untuk disyukuri dan
lestarikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar