Ramma I
19 s/d 21 Februari 2010
19 s/d 21 Februari 2010
Talung (Menuju Lembah Ramma) |
Aku, Magma, Maleo dan Ombak Berangkat meninggalkan kampus pada Jum’at sore menuju Lembanna Malino dengan maksud ingin mendaki gunung Bawakaraeng pada keesokan harinya, namun apa yang telah kami rencanakan pada awalnya dengan terpaksa harus di tunda. Kami dilarang untuk naik ke puncak Bawakaraeng oleh tata’ (masyarakat setempat) karena cuaca beberapa hari belakangan ini sangat buruk. Kami pun akhirnya memutuskan memutar haluan menuju Ramma (sebuah lembah di kaki gunung Bawakaraeng yang mempunyai pemandangan yang sangat indah) dan menunggu teman-teman yang lain yang juga bertujuan ke Ramma.
Sekitar pukul
02.00 wita rombongan yang lain pun (ka’ Akku, ka’ Pepenk, ka’ Rifal, ka’ Aka,
ka’ Aconk, Babon, Cobra, Cheeta, Cemara, Edel dan Ibed) akhrnya tiba di Lembanna (rumah tata Amir), sementara itu
kami sedang enak-enaknya memeluk guling ditengah dinginnya malam didalam kamar,
tiba-tiba saja ka’ Akku membangunkan kami tanpa alasan yang pasti, katanya sich
kami sudah kebanyakan tidur. Berbincang-bincang sejenak diwarnai sedikit canda
tawa dan segelas kopi hangat membuat waktu jadi tak terasa dan kami pun tidur
lagi sejenak untuk menjaga stamina esok hari.
Pagi pun tiba,
matahari sudah menampakkan sinarnya namun masih terasa sangat dingin. Aku pun
sempat mandi pagi itu, air yang terasa seperti air es menusuk hingga ke
tulang-tulang. Segelas kopi dan beberapa cemilan menjadi sarapan buat kami,
kemudian kami packing dan bersiap berangkat.
Tak lupa kami
senantiasa memanjatkan doa kepada sang Khalik, semoga saja perjalanan kami
lancar-lancar saja, khusunya aku yang baru pertama kalinya akan menginjakkan
kaki di Ramma. Sekitar pukul 07.00 wita, kami pun beranjak meninggal rumah tata
Amir menuju Ramma, jalan beraspal menemani awal perjalanan kami lalu masuk di
jalan setapak di tengah-tengah
perkebunan warga, kemudian tembus di hutan pinus.
Jalan setapak
sangat jelas menuju Ramma, hanya saja jalur terbagi menjadi dua setelah
melewati hutan pinus. Kanan untuk jalur ke Ramma dan kiri untuk jalur ke puncak
gunung Bawakaraeng tapi kita juga bisa tembus langsung di pos VII Bawakaraeng
lewat Talung, sebuah punggungan yang memiliki pemandangan yang begitu indah sebelum
kita turun ke Ramma. Dalam perjalanan
Magma, Cheeta, Cobra dan juga aku berjalan lebih cepat sehingga meninggalkan
teman-teman yang lain di belakang, kami juga bertemu dengan 4 orang mahasiswa
pencinta alam dari Cakrabuana Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia yang
berencana untuk naik ke puncak tapi karena salah satu dari mereka sudah drop,
mereka pun akhirnya memutar haluan ke Ramma.
Kami tiba lebih
dulu di Talung, sembari menunggu teman-teman yang lain kami disuguhi pemandagan
yang begitu indah dan seakan-akan membayar rasa lelah setelah melakukan
perjalanan yang cukup menguras tenaga. Tak lama kemudian teman-teman yang lain
pun akhirnya tiba juga di Talung bersamaan dengan anak Mapala dari UMI yang
tadi kami jumpai di jalan. Ceprat.... cepret....! kamera yang kami bawah tak
henti-hentinya di gunakan, kami tak ingin rasanya melewatkan pemandangan yang
begitu indah ini tanpa mengabadikannya.
Hari semakin sore,
kami segera bergegas menuruni talung menuju tujuan utama kami yaitu ramma.
Hampir sekitar satu jam, kami pun akhirnya sampai di ramma. Suara gemericik air
sungai nan jernih membelah hamparan padang rumput yang luas seakan-seakan
menyambut kedatangan kami. kami beristirahat sejenak sebelum kami menderikan
tenda disekitar rumah tata mandong.
Hari pun semakin
gelap, semua tenda telah selesai didirikan. Sebagian dari kami membagi tugas,
ada yang ambil air, cuci piring dan memasak. Malam pun tiba, dinginnya hembusan
angin malam serasa menusuk tulang. Setelah semua makanan siap kami pun makan
bersama, perbedaan seakan-akan hilang diantara kami. Inilah yang menjadi hal tak akan pernah bisa
kulupakan dalam hidupku, rasa
persuadaraan dan solidaritas yang tak akan pernah pernah aku dapatkan ditempat
lain meskipun kami berbeda latar belakang.
Malam semakin
larut, dua botol anggur cap orang tua menjadi penghangat dalam canda tawa kami
malam itu ditengah-tengah dinginnya angin malam. Setelah itu kami pun tidur,
karena aku ngak membawa SB (Slaping Bag) atau kantong tidur makanya aku tidur
diantara teman-teman yang punya SB.
Pagi pun tiba,
matahari mulai memancarkan sinarnya dari ufuk timur, menghangatkan tubuh dari
dinginnya kabut dipagi hari. Hari kedua kami di ramma terasa sangat cepat,
makan siang dengan sayuran yang kami peroleh dari pinggir-pinggir sungai.
Sementara itu untuk makan malam kami memasak sebuah talas sebagai sayur, namun
sialnya sebelum kami makan salah satu teman kami yaitu magma keracunan sayur
talas yang tadi masak saat dia mencobanya, tenyata talas yang kami masak tadi
adalah talas beracun. Satu pengalaman baru lagi buat kami, teliti dalam memilih
makanan apalagi dalam kondisi survival.
Kami pun akhirnya makan bersama tanpa sayur talas yang tadi sudah kami masak. Setelah makan
kami berbincang-bincang ditemani beberapa gelas kopi dan roti bakar dengan
penuh canda tawa hingga malam semakin larut sampai kami tidur kembali. Malam
itu aku tidur ditenda yang berbeda, tanpa disangka-sangka hujan tiba-tiba turun
dan membuat aku semakin kedinginan apalagi aku ngak bawa SB jadi aku ngak bisa
tidur. Sampai akhirnya aku mengambil carierl untuk dijadikan sebagai SB dan aku
pun bisa tidur meskipun masih terasa sangat dingin.
Pagi pun datang,
ini adalah hari ke tiga kami di ramma, rencananya kami akan segera balik ke
makassar setelah sore menjelang. Setelah tiga hari kami disana, aku pun
akhirnya mandi sebelum kami pulang. Berrrrrrr.................!Dinginnya air
sungai seakan-akan menusuk sampai tulang-tulang. Setelah mandi kami masak untuk
makan siang sambil minum segelas teh hangat.
Setelah makan
siang, kami pun bergegas untuk packing semua barang bawaan kami, tenda dll.
Setelah semua siap kami beristirahat sejenak di rumahnya tata Mandong dan
famitan sama tata, kemudian kami memulai perjalanan pulang ke lemmbanna. Kami
pulang bersama anak Carkrabuana Teknik Sipil UMI yang kemarin berangkatnya
bareng mereka juga.
Pendakian yang
terus menurus, sangat menguras tenaga saat menuju Talung tapi setelah sampai di
Talung perlajanan berubah menjadi mengasikkan karena tidak ada tracking berarti
lagi, ditambah lagi sejuknya udara dalam
hutan yang masih rimbun yang kami lalui dalam perjalanan. Sesekali kami singgah
untuk beristirahat dan minum kopi, ataupun mengambil air minum di sungai.
Begitupula saat kami tiba di pohon pinus, aku, ka’ pepenk, ka’ aconk, cemara,
cheeta, babon dan ombak tak mau melewatkan kesempatan untuk berfhoto-fhoto.
Hingga waktu terasa sudah hampir gelap, magma pun datang menyusul kami. kami
pun bergegas kembali ke rumah mama (pos ukm sar unm). Setelah beristirahat
sejenak dan berfamitan sama mama, kami akhirnya melanjutkan perjalanan kembali
ke Makassar setelah adzan magrib di kumandangkan.
Bye ramma, kami
akan kembali dilain waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar